TOTO: LELAKI SENJA YANG MENGGENGGAM BOLPOIN DAN MENGGEGERKAN RUANG REDAKSI



Penulis: Toto 

Bandung | Bongkarr.com | Senin, 8 Des 2025

Di ruang redaksi sebuah media  yang sibuk dan riuh, nama Toto tiba-tiba menjadi pembicaraan hangat. Bukan karena skandal, bukan karena prestise besar, tetapi karena satu hal: semangat pengabdian yang tidak pernah padam dari seorang pria yang seharusnya sudah menikmati masa tenang di usia senja.

Namun Toto memilih jalan lain. Jalan yang mengejutkan banyak orang.

Jalan yang membuatnya “heboh” dibicarakan dari meja editor hingga obrolan kopi para jurnalis muda.

Lelaki yang Datang dengan Sejarah Panjang

Tidak banyak yang tahu, Toto datang ke dunia jurnalistik bukan dari bangku kuliah komunikasi atau magang media. Ia datang dengan latar belakang yang sama sekali berbeda—sebuah latar yang ia jarang ceritakan secara gamblang. Yang jelas, masa lalunya penuh kedisiplinan, ketegasan, dan pengabdian yang membuat karakter Toto begitu kuat.

“Yang penting saya pernah mengabdi. Itu cukup,” katanya pendek, seolah tidak ingin kisah lamanya menjadi sorotan.

Tapi justru misteri itulah yang membuat sosok Toto semakin menarik perhatian. Para jurnalis muda sering berbisik-bisik, “Coba lihat beliau… dari mana datangnya energi seperti itu?”

Bolpoin yang Mengubah Segalanya

Kini, Toto tidak lagi hidup dalam ritme lamanya. Ia masuk ke dunia baru—dunia kata, kalimat, dan berita. Dunia yang menuntut ketelitian, keberanian, dan empati.

Dan senjatanya kini hanya satu: bolpoin kecil yang selalu terselip di kantong bajunya.

Bolpoin itu seperti perpanjangan dari tekadnya. Jika dulu tangannya terbiasa menggenggam sesuatu yang penuh ketegasan, kini ia menggenggam sesuatu yang lebih lembut—namun tidak kalah kuat: tulisan yang mampu mengubah perspektif publik.

“Kita mengabdi dengan cara yang berbeda. Tapi tujuannya tetap sama: negara ini,” ucapnya sabar.

Menggegerkan Redaksi dengan Ketekunan Tak Biasa

Yang membuat Toto mencuri perhatian bukan hanya transformasinya, tetapi ketekunan luar biasa yang ia tunjukkan.

Ia datang paling pagi, bahkan sebelum lampu-lampu ruangan dinyalakan. Ia belajar membuat lead, memahami piramida terbalik, memeriksa fakta berulang-ulang, dan tak ragu bertanya pada wartawan yang jauh lebih muda darinya.

Beberapa editor bahkan mengaku terkejut:

"Biasanya yang muda yang agresif belajar. Ini justru Toto yang tidak mau berhenti bertanya."

Ketekunan seperti itu membuat banyak orang menaruh hormat padanya. Di ruang redaksi, semangat Toto seolah hadir sebagai tamparan lembut: bahwa kemauan untuk belajar tidak pernah memiliki batas usia.

Laporan-Laporan yang Mengusik Publik

Dalam waktu singkat, beberapa liputan Toto mulai menjadi bahan perbincangan.

Ia menulis dengan gaya yang jujur, tajam, namun penuh kehangatan. Ia turun ke lapangan, mengamati detail kecil yang sering dilewatkan jurnalis muda—rintik hujan di trotoar, gerutuan pedagang kecil, wajah warga yang menunggu layanan publik.

Tulisan Toto tidak hanya menjadi berita.

Ia menjadi kisah.

Menjadi suara.

Menjadi cermin.

Tidak jarang tulisannya memicu respons pembaca dan bahkan menggugah instansi terkait untuk memperbaiki layanan publik.

“Ini tulisan dari siapa?” tanya seorang pembaca di kolom komentar.

“Dari Pak Toto itu lho… wartawan baru,” jawab seorang rekannya sembari tertawa kecil.

War-ta-wan-baru.

Di usia yang tak lagi muda.

Dan itulah yang membuat kisahnya meledak menjadi pembicaraan.

Inspirasi yang Menular

Para jurnalis muda mengaku mendapatkan “api baru” setelah hadirnya Toto. Mereka melihat bahwa pengabdian tidak harus mengenakan seragam, tidak harus berada di garis depan, dan tidak harus dilakukan dalam usia muda.

Pengabdian bisa hadir dalam bentuk yang lebih lembut, lebih manusiawi, namun tetap menggetarkan: tulisan yang jujur dan berpihak pada publik.

“Toto itu bukti bahwa pengabdian tidak pernah pensiun,” kata salah satu editor senior.

Pengabdian Tak Pernah Usai

Ketika ditanya kenapa di usia senja ia masih memutuskan menjadi wartawan, Toto hanya tersenyum.

“Saya masih punya tenaga. Dan negara ini masih butuh suara-suara jujur,” jawabnya pelan, namun mantap.

Di sebuah dunia yang berubah cepat, di tengah hiruk pikuk berita yang bersaing setiap detik, Toto hadir sebagai pengingat bahwa jurnalisme bukan hanya profesi.

Ia adalah panggilan.

Ia adalah pengabdian.

Ia adalah cara untuk membuat Indonesia lebih baik—setiap hari, sedikit demi sedikit.

Dan selama bolpoin itu masih menari di tangannya, perjalanan Toto belum selesai.

Postingan populer dari blog ini

Papan Proyek SPAM Desa Panundaan Diduga Tak Transparan, APD dan K3 Jadi Sorotan

Heboh!! Pengakuan Beberapa Pengusaha Diduga Ditipu Melibatkan Bupati Bandung Dadang Supriatna, Apa Ini Benar?

Pengamanan Ketat Sengketa Lahan Walini, SPBUN: Tidak Ada Aksi Lapangan di Luar Putusan Pengadilan