Tito Karnavian Dianugerahi Gelar Adat Tertinggi Aceh: Wujud Penghormatan atas Jasa Menjaga Perdamaian Tanah Rencong”
“Tito Karnavian Dianugerahi Gelar Adat Tertinggi Aceh: Wujud Penghormatan atas Jasa Menjaga Perdamaian Tanah Rencong”
Penulis: Rahmadsyah
Banda Aceh | Bongkarr.com | Kamis 13 November 2025 | 16:03 WIB –
Suasana khidmat menyelimuti Gedung Putih Wali Nanggroe Aceh saat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Prof. Dr. Jenderal (Purn) H. Muhammad Tito Karnavian menerima gelar kehormatan adat Aceh “Petua Panglima Hukom Nanggroe”, Rabu (12/11/2025).
Penganugerahan itu diberikan langsung oleh Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar, sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi Tito dalam menjaga stabilitas, perdamaian, dan martabat Aceh sebagai daerah berkeistimewaan bersyariat Islam — baik semasa menjabat Kapolri maupun kini sebagai Mendagri.
Mengenakan busana adat Aceh lengkap dengan Kupiah Meukeutop, Tito tiba di lokasi sekitar pukul 10.00 WIB dan disambut hangat oleh Malik Mahmud beserta jajaran Pemerintah Aceh. Prosesi penyerahan gelar ditandai dengan penyematan selempang kehormatan di Pendopo Wali Nanggroe.
Dalam sambutannya, Malik Mahmud menyebut gelar tersebut sebagai bentuk penghormatan tertinggi bagi tokoh yang memiliki integritas, kebijaksanaan, serta komitmen terhadap penegakan hukum dan keadilan.
“Selama kepemimpinan beliau sebagai Kapolri, Jenderal Tito telah menunjukkan keteladanan dan kebijaksanaan, serta menjaga persaudaraan antaranak bangsa. Gelar ini wujud rasa terima kasih rakyat Aceh atas jasa dan pengabdian beliau bagi bangsa, khususnya bagi Aceh,” ujar Malik Mahmud.
Ia menjelaskan, gelar Petua Panglima Hukom Nanggroe bermakna sebagai penasihat agung dalam bidang hukum dan keadilan bagi negeri, serta simbol penghormatan terhadap nilai kemanusiaan dan persaudaraan.
“Kami berharap gelar ini menjadi lambang persaudaraan dan komitmen bersama dalam menjaga persatuan di bawah lindungan Allah SWT,” tambah Malik.
Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan rasa terima kasih dan kebanggaannya atas kehormatan tersebut. Ia mengaku tidak pernah membayangkan akan menerima gelar adat dari lembaga setinggi Wali Nanggroe.
“Saya bahagia dan terhormat menerima penghargaan dari lembaga yang kredibel dan menjadi simpul pemersatu Aceh. Sejak lama saya mengagumi adat Aceh yang terbuka namun tetap menjunjung nilai-nilai luhur,” kata Tito.
Tito juga menegaskan komitmennya untuk memperkuat eksistensi lembaga Wali Nanggroe dari sisi organisasi dan dukungan anggaran. Menurutnya, lembaga ini memegang peran penting dalam menjembatani nilai-nilai budaya dan program pembangunan masyarakat Aceh.
“Wali Nanggroe jangan dipandang sebagai penghalang pembangunan, tapi justru sebagai katalis percepatan pembangunan melalui pendekatan budaya,” ujarnya.
Prosesi yang berlangsung hangat dan penuh makna itu menjadi simbol pengakuan atas kontribusi Tito dalam menjaga perdamaian pasca-MoU Helsinki dan mempererat persaudaraan antarwarga bangsa.
Dengan penganugerahan gelar Petua Panglima Hukom Nanggroe ini, rakyat Aceh kembali menegaskan bahwa semangat adat dan nilai persaudaraan tetap menjadi fondasi utama dalam menjaga harmoni dan kedamaian di Tanah Rencong.
