๐ก️ SOP POLRI: PEMANGGILAN DAN PEMERIKSAAN ANAK DI BAWAH UMUR
๐ก️ SOP POLRI: PEMANGGILAN DAN PEMERIKSAAN ANAK DI BAWAH UMUR
(Serta sanksi hukum dan disiplin bagi anggota Polri yang melanggar SOP)
Penulis : Redaksi/ BAH TIAR SIGALINGGING | Rabu, 15 Oktober 2025 | 22.50 WIB
BONGKARR.COM — Rubrik Hukum.
Tulisan ini disusun tanpa opini penulis, seluruhnya berdasarkan peraturan hukum dan pedoman resmi Kepolisian Negara Republik Indonesia, KPAI, dan Komnas HAM. Tujuannya murni untuk edukasi publik agar masyarakat memahami prosedur hukum dan perlindungan anak di bawah umur sesuai ketentuan yang berlaku.
๐งพ A. DASAR HUKUM
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
3. Perkap No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana.
4. Perkap No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Restorative Justice.
5. Perkap No. 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara di Lingkungan Polri.
6. PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
7. Perkap No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
8. Pedoman KPAI dan Komnas HAM tentang perlindungan hak anak dalam proses hukum.
๐ถ B. PRINSIP DASAR PEMANGGILAN ANAK
Dalam setiap proses pemanggilan, pemeriksaan, atau penyidikan terhadap anak di bawah umur, Polri wajib mematuhi prinsip:
1. Kepentingan terbaik bagi anak (best interest of the child).
2. Anak bukan miniatur orang dewasa — proses harus ramah anak.
3. Dilarang intimidasi atau tekanan psikis/fisik.
4. Anak wajib didampingi orangtua/wali, pekerja sosial, penasihat hukum, atau pembimbing kemasyarakatan (BAPAS).
5. Pemanggilan wajib tertulis, resmi, dan etis.
๐งฉ C. TATA CARA & SOP PEMANGGILAN ANAK DI BAWAH UMUR
1️⃣ Pemanggilan Pertama
Berdasarkan Surat Panggilan I resmi yang ditandatangani penyidik berwenang, mencantumkan: identitas anak, waktu, tempat, tujuan pemanggilan, dan pasal yang disangkakan.
Surat panggilan tidak boleh diserahkan langsung ke anak, melainkan kepada orangtua, wali, atau pihak sekolah.
2️⃣ Pemanggilan Kedua
Dapat dilakukan bila panggilan pertama tidak dihadiri, tanpa pemanggilan paksa kecuali atas izin pengadilan anak.
Pemanggilan paksa terhadap anak tanpa pendamping hukum dilarang keras.
3️⃣ Pemeriksaan Anak (Pasal 27–30 UU SPPA)
Dilakukan di ruang ramah anak.
Dihadiri oleh: penyidik bersertifikat SPPA, orangtua/wali, BAPAS, penasihat hukum, atau pendamping sosial.
Dilarang menakut-nakuti, mengancam, atau memaksa anak membuat pengakuan.
4️⃣ Durasi Pemeriksaan
Maksimal 8 jam per hari, dengan waktu istirahat.
Dilarang malam hari (18.00–06.00) kecuali mendesak dan disetujui orangtua serta pendamping hukum.
5️⃣ Hak Anak Selama Proses
Berhak mengetahui tuduhan dengan bahasa sederhana.
Didampingi penasihat hukum gratis bila tidak mampu.
Tidak boleh diborgol atau disatukan dengan tahanan dewasa.
Bila ditahan, harus di LPKA (Lembaga Pembinaan Khusus Anak), bukan sel umum.
๐ซ D. LARANGAN KERAS BAGI ANGGOTA POLRI
Anggota Polri dilarang:
1. Melakukan pemanggilan lisan atau melalui telepon tanpa surat resmi.
2. Memanggil anak tanpa izin orangtua/wali.
3. Melakukan pemeriksaan tanpa pendamping hukum/psikolog.
4. Mengintimidasi atau memaksa anak membuat pengakuan.
5. Mengumbar identitas anak kepada media publik.
6. Melakukan pemeriksaan malam hari tanpa izin resmi.
๐ Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikategorikan:
Pelanggaran Disiplin (PP No. 2 Tahun 2003),
Pelanggaran Kode Etik Profesi (Perkap No. 14 Tahun 2011), dan
Pelanggaran HAM terhadap anak (UU No. 39/1999 dan UU Perlindungan Anak).
---
⚖️ E. SANKSI BAGI ANGGOTA POLRI YANG MELANGGAR SOP
1️⃣ Sanksi Disiplin (PP No. 2 Tahun 2003)
Berlaku bila pelanggaran bersifat administratif atau prosedural:
Teguran tertulis.
Penundaan kenaikan gaji/pangkat.
Penempatan dalam tempat khusus maksimal 21 hari.
Pemberhentian sementara dari jabatan.
๐ Dikenakan melalui pemeriksaan PROPAM/PAMINAL.
2️⃣ Sanksi Kode Etik Profesi (Perkap No. 14 Tahun 2011)
Jika pelanggaran menurunkan kehormatan institusi:
Pernyataan pelanggaran etik.
Permintaan maaf terbuka.
Penurunan pangkat atau jabatan.
Rekomendasi PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat).
3️⃣ Sanksi Pidana (KUHP & UU Perlindungan Anak)
Bila terjadi kekerasan atau penyalahgunaan wewenang:
Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat.
Pasal 80 UU Perlindungan Anak:
> Setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak dipidana penjara 3–15 tahun dan/atau denda Rp3–300 juta.
4️⃣ Sanksi HAM dan Pengawasan Eksternal
KPAI dapat memberikan rekomendasi kepada Kapolri, Kejaksaan, atau Komnas HAM.
Komnas HAM berwenang menyelidiki pelanggaran HAM.
Ombudsman RI menindaklanjuti laporan maladministrasi jika prosedur pemanggilan dilanggar.
๐ F. MEKANISME PENGADUAN MASYARAKAT
Jika ditemukan dugaan pelanggaran SOP oleh anggota Polri, masyarakat dapat melapor melalui:
1. Divpropam Polri: Hotline 0813-70002-000 atau aplikasi Propam Presisi.
2. KPAI: Call center 147 / situs resmi kpai.go.id.
3. Komnas HAM: Untuk dugaan pelanggaran hak asasi anak.
4. Ombudsman RI: Untuk pelanggaran prosedur dan maladministrasi.
๐งญ G. RINGKASAN ALUR BENAR PEMANGGILAN ANAK
Tahap Prosedur Wajib Pendamping Larangan
Pemanggilan Surat resmi diserahkan ke orangtua/wali Orangtua, Bapas, Pengacara Tidak boleh via telepon/lisan
Pemeriksaan Ruang ramah anak Psikolog/Pendamping hukum Dilarang intimidasi
Penahanan Di LPKA, bukan sel umum Didampingi Tidak boleh disatukan dengan dewasa
Publikasi Identitas anak dirahasiakan – Dilarang ekspos media
๐ H. PASAL PENTING
Pasal 27 UU SPPA: Pemeriksaan anak wajib dihadiri pendamping hukum dan BAPAS.
Pasal 30 UU SPPA: Pemeriksaan anak dilakukan secara ramah anak dan tertutup.
Pasal 4 PP No. 2 Tahun 2003: Anggota Polri wajib menghormati hukum, HAM, dan martabat manusia.
Pasal 13 PP No. 2 Tahun 2003: Pelanggaran dapat berakibat penempatan khusus atau PTDH.
✳️ PENUTUP
Setiap anggota Polri wajib bersikap profesional, proporsional, dan prosedural dalam menangani perkara anak.
Pelanggaran SOP bukan hanya mencoreng institusi, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM terhadap anak.
Rubrik ini dimaksudkan untuk edukasi hukum masyarakat sesuai KEJ dan UU ITE, agar publik memahami hak anak serta batas kewenangan aparat penegak hukum.
