SOP POLISI DIUJI DALAM DUGAAN KEKERASAN TERHADAP ANAK PEREMPUAN DIBAWAH UMUR

 ๐Ÿ›ก️ SOP POLISI DIUJI DALAM DUGAAN KEKERASAN TERHADAP ANAK PEREMPUAN DI BAWAH UMUR


Foto Ilustrasi Gerbang Polresta Deli Serdang — digunakan untuk kepentingan edukasi dalam Rubrik Hukum Bongkarr.com. Tidak menggambarkan peristiwa atau pihak tertentu secara nyata.



Penulis : Redaksi/BAH TIAR SIGALINGGING | Kamis, 16 Oktober 2025 

Bandung - Bongkarr.com

⚖️ KRONOLOGI ILUSTRASI KASUS


Dalam simulasi edukatif hukum ini, seorang anak perempuan berinisial E (16 tahun) menjadi korban penganiayaan di depan umum oleh tiga orang pelaku satu keluarga.

Pelaku pertama berinisial A (50 tahun) melakukan penamparan keras disertai gerakan seperti menendang tubuh korban.

Pelaku kedua, B (25 tahun), turut memukul korban, sementara pelaku ketiga C (22 tahun) menampar korban secara berulang.

Peristiwa ini disaksikan masyarakat dan terekam hingga beredar di media sosial.

Korban E, dalam kondisi terpojok, membalas dengan satu kali tamparan kepada pelaku A sebagai reaksi spontan membela diri.


---

๐Ÿ“œ DASAR HUKUM DAN PASAL YANG TERKAIT


Berdasarkan ilustrasi tersebut, tindakan para pelaku memenuhi unsur tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur, sebagaimana diatur dalam:

1. Pasal 76C jo. Pasal 80 ayat (1), (2), (3) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

> “Setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak dipidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72 juta.”

Jika mengakibatkan luka berat atau trauma psikologis berat, ancaman meningkat hingga 15 tahun penjara.


2. Pasal 351 KUHP – Penganiayaan:

> “Barang siapa dengan sengaja melakukan penganiayaan terhadap orang lain, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”

3. Pasal 55 KUHP – Turut serta melakukan perbuatan pidana:

> “Mereka yang turut serta atau membantu perbuatan pidana, dipidana sebagai pelaku.”


⚖️ PEMBELAAN DIRI ANAK KORBAN


Tindakan korban E yang menampar pelaku A merupakan pembelaan diri spontan (noodweer) sesuai:


Pasal 49 KUHP:

> “Barang siapa melakukan pembelaan terpaksa untuk mempertahankan diri atau orang lain dari serangan yang melanggar hukum, tidak dapat dihukum.”

Dengan demikian, E tidak dapat dijerat pidana, karena tindakannya merupakan reaksi alami mempertahankan diri.


๐Ÿ‘ฎ SOP POLRI DALAM PENANGANAN KASUS ANAK PEREMPUAN


Mengacu pada Perkap No. 8 Tahun 2021 dan Perkap No. 6 Tahun 2019, penyidik wajib menjunjung prinsip “kepentingan terbaik bagi anak” (best interest of the child) dengan ketentuan:


Pemanggilan dilakukan melalui orang tua atau wali, bukan langsung ke anak;

Pemeriksaan dilakukan oleh penyidik perempuan (Polwan) di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA);

Dihadiri oleh pendamping hukum, psikolog anak, pekerja sosial, serta pembimbing kemasyarakatan (BAPAS);

Pemeriksaan tidak dilakukan malam hari dan di ruang ramah anak;

Dilarang keras ada intimidasi atau tekanan terhadap korban.


---


๐Ÿšซ SANKSI BAGI PENYIDIK YANG MELANGGAR SOP


Apabila penyidik mengabaikan SOP tersebut, maka dapat dijerat sanksi:

1. Disiplin (PP No. 2 Tahun 2003)


Teguran tertulis,


Penundaan kenaikan pangkat,

Penempatan khusus,

Pemberhentian sementara.


2. Kode Etik Profesi (Perkap No. 14 Tahun 2011)


Pernyataan pelanggaran KEPP,

Permintaan maaf terbuka,

Penurunan pangkat,

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH).

3. Pidana (Pasal 421 KUHP) – Penyalahgunaan wewenang terhadap anak:

> “Pegawai negeri yang menyalahgunakan kekuasaan, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”


๐Ÿ” ANALISIS REDAKSI


Redaksi Bongkarr.com menilai bahwa kasus kekerasan terhadap anak sering kali menjadi tolok ukur profesionalitas penyidik Polri.

Anak tidak boleh dikriminalisasi, terutama jika terbukti bertindak dalam pembelaan diri.

Restorative Justice perlu diterapkan dengan mengedepankan pemulihan psikologis anak dan penyelesaian yang adil.

---

๐Ÿงญ PANDANGAN HUKUM

Ahli pidana menegaskan, pelaporan balik terhadap korban anak dalam situasi pembelaan diri dapat dikategorikan penyalahgunaan proses hukum (abuse of process).

Karena tidak ada unsur kesengajaan, tindakan anak korban tidak memenuhi unsur delik pidana.


---


๐Ÿงพ CATATAN REDAKSI


Tulisan ini disusun sebagai simulasi edukasi hukum publik untuk memahami penerapan SOP Polri dan pasal pidana dalam penanganan kekerasan terhadap anak.

Artikel ini tidak menggambarkan peristiwa nyata, melainkan bertujuan mendidik masyarakat agar memahami hak-hak anak dan prosedur hukum yang benar.


---


Penyusun: Tim Redaksi Bongkarr.com

Editor: Lot Baktiar Sigalingging

© Bongkarr.com 2025 – Rubrik Hukum dan Etika Publik


Postingan populer dari blog ini

Papan Proyek SPAM Desa Panundaan Diduga Tak Transparan, APD dan K3 Jadi Sorotan

Heboh!! Pengakuan Beberapa Pengusaha Diduga Ditipu Melibatkan Bupati Bandung Dadang Supriatna, Apa Ini Benar?

Proyek PLTP Geo Dipa Ganggu Warga Malam Hari: Pemerintah dan Perusahaan Dinilai Egois, Asal Bacot Tanpa Nurani