Prosedur Lengkap Pendirian Bangunan Wisata di Kawasan BKSDA dan Izin Penggunaan Air Panas Bumi Sesuai Aturan Hukum

 Prosedur Lengkap Pendirian Bangunan Wisata di Kawasan BKSDA dan Izin Penggunaan Air Panas Bumi Sesuai Aturan Hukum

Penulis : Redaksi/Bahtiar Sigalingging | Sabtu, 11 Oktober 2025 | 19.17 WIB 

Bandung – bongkarr.com

Pembangunan fasilitas wisata di kawasan konservasi sering menjadi daya tarik ekonomi baru. Namun, tidak semua pelaku usaha memahami bahwa kawasan yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) memiliki aturan dan batasan hukum ketat.

Setiap bentuk kegiatan, termasuk pembangunan wisata air panas, pemandian, atau kolam renang, wajib melewati tahapan izin berlapis dari pemerintah dan instansi teknis.

Artikel ini disusun untuk edukasi publik, agar masyarakat memahami alur resmi perizinan dan dasar hukumnya, sesuai ketentuan nasional yang berlaku.


1. Landasan Hukum Pendirian Bangunan di kawasan Konservasi

Beberapa peraturan menjadi acuan utama dalam pengelolaan kegiatan wisata di kawasan konservasi:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung

Peraturan Menteri LHK Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang Izin Pemanfaatan di Kawasan Konservasi

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi

Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air

Setiap kegiatan wisata di kawasan BKSDA harus tunduk pada seluruh ketentuan tersebut, terutama jika melibatkan sumber daya alam seperti air panas atau mata air alami.

2. Tahapan Prosedur Perizinan Bangunan di Kawasan Konservasi

Pendirian bangunan di kawasan konservasi tidak dapat dilakukan langsung, meskipun bertujuan wisata. Ada beberapa tahapan wajib yang harus ditempuh:

a. Permohonan Awal ke BKSDA

Pemohon, baik individu maupun badan usaha, harus mengajukan surat permohonan izin kegiatan kepada BKSDA setempat. Surat ini berisi tujuan, lokasi, dan rencana pemanfaatan kawasan konservasi.

b. Kajian Teknis dan Kelayakan Konservasi

BKSDA akan melakukan penilaian kelayakan, termasuk aspek ekologi, potensi gangguan flora-fauna, dan daya dukung lingkungan. Hasil kajian inilah yang menjadi dasar apakah kegiatan wisata dapat diizinkan atau ditolak.

c. Izin Pemanfaatan Kawasan Konservasi (IPKK)

Bila dinilai layak, pemohon akan memperoleh Izin Pemanfaatan Kawasan Konservasi (IPKK) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

IPKK merupakan dokumen hukum utama yang memberi izin operasional wisata di dalam kawasan BKSDA.

d. Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Setelah IPKK terbit, pemohon wajib mengurus Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) melalui OSS RBA (Online Single Submission).

PBG menggantikan IMB dan diatur dalam PP Nomor 16 Tahun 2021. Tanpa PBG, pembangunan gedung dianggap ilegal secara administratif.

e. Izin Lingkungan (AMDAL, UKL-UPL, atau SPPL)

Setiap pembangunan yang menimbulkan dampak terhadap lingkungan harus memiliki dokumen lingkungan sesuai UU 32/2009.

Tujuannya agar kegiatan wisata tidak menimbulkan kerusakan ekosistem di area konservasi.


3. Penggunaan Air Panas Bumi untuk Wisata

Banyak kawasan konservasi memiliki sumber air panas alami. Penggunaan air panas bumi untuk tujuan wisata harus mendapat izin resmi, karena termasuk kategori pemanfaatan energi panas bumi non-listrik.

Sesuai UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, pihak yang ingin menggunakan air panas bumi wajib memperoleh:

Izin Pemanfaatan Panas Bumi Non-Listrik (IPPBNL) dari Kementerian ESDM atau Pemerintah Provinsi, tergantung wilayah kewenangan.

Pengelolaan dilakukan tanpa mengubah tekanan, debit, atau kualitas sumber air panas alami.

Setiap kegiatan harus dilengkapi persetujuan lingkungan dan pengawasan dari instansi teknis energi dan lingkungan.


4. Izin Pemanfaatan Air dari Kawasan Konservasi

Jika air yang digunakan untuk kolam renang atau fasilitas wisata diambil dari mata air di kawasan konservasi, maka berlaku aturan tambahan:

Harus memperoleh izin pengambilan dan/atau pemanfaatan air dari Dinas Sumber Daya Air atau instansi lingkungan hidup provinsi/kabupaten.

Diatur dalam PP Nomor 121 Tahun 2015.

Pengambilan air tanpa izin dapat dikategorikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara ilegal, dengan ancaman pidana Pasal 109 UU 32/2009 (penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar).

5. Sanksi dan Pertanggungjawaban

Setiap pembangunan atau kegiatan di kawasan konservasi tanpa izin lengkap dapat dikenai:

Pidana Konservasi (UU 5/1990 Pasal 40 ayat 2):

Penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp 200 juta.

Pidana Lingkungan (UU 32/2009 Pasal 109):

Penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp 3 miliar.

Sanksi ASN/BKSDA (UU 5/2014 tentang ASN dan Pasal 421 KUHP):

Pejabat yang mengetahui pelanggaran tetapi membiarkan dapat dikenai sanksi disiplin berat atau pidana penyalahgunaan wewenang.

6. Prinsip Dasar: Konservasi Boleh Dimanfaatkan, Asal Sesuai Aturan

Kawasan konservasi bukan area tertutup total, melainkan kawasan yang dapat dimanfaatkan secara terbatas dan terkontrol untuk kepentingan wisata alam, penelitian, dan pendidikan.

Prinsip utamanya adalah:

> “Pemanfaatan boleh dilakukan, asal tidak merusak fungsi konservasi dan mengikuti izin resmi dari negara.”

Kesimpulan

Pendirian bangunan wisata di kawasan BKSDA bukan hal yang dilarang, tetapi wajib melalui proses izin berlapis.

Langkah-langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi wisata dan kelestarian ekosistem.

Masyarakat, pelaku usaha, dan aparatur pemerintahan diharapkan taat terhadap seluruh peraturan perizinan, agar tidak menimbulkan pelanggaran hukum dan kerusakan alam.


Catatan Redaksi

Tulisan ini disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dan bertujuan murni sebagai edukasi publik, sesuai semangat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 jo. UU Nomor 19 Tahun 2016.

Semua data bersumber dari regulasi resmi pemerintah tanpa opini penulis.

---

bongkarr.com

Edukasi Hukum — Transparansi — Kelestarian Alam

🟢 “Membongkar Fakta, Bukan Asumsi.”

Postingan populer dari blog ini

Papan Proyek SPAM Desa Panundaan Diduga Tak Transparan, APD dan K3 Jadi Sorotan

Heboh!! Pengakuan Beberapa Pengusaha Diduga Ditipu Melibatkan Bupati Bandung Dadang Supriatna, Apa Ini Benar?

Proyek PLTP Geo Dipa Ganggu Warga Malam Hari: Pemerintah dan Perusahaan Dinilai Egois, Asal Bacot Tanpa Nurani