Pekerja Tanpa APD di SDN Rancawalini, APBN Rp 412 Juta “Dibiarkan”?

 Pekerja Tanpa APD di SDN Rancawalini, APBN Rp 412 Juta “Dibiarkan”?


Revitalisasi ruang kelas dan pembangunan toilet, tapi keselamatan pekerja dan pengawasan proyek diduga diabaikan.



Penulis : Redaksi Bahtiar | Senin, 22 September 2025 | Jam 8:11 WIB

Rancabali, Kabupaten Bandung – BONGKARR.COM Sejumlah pekerja proyek revitalisasi SDN Rancawalini, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, tampak tidak mengenakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja. Padahal papan proyek jelas bertuliskan “Area Wajib APD”.

Revitalisasi ini meliputi rehabilitasi tiga ruang kelas senilai Rp 284.319.273 dan pembangunan toilet Rp 127.805.440, dengan total anggaran APBN 2025 sebesar Rp 412 juta. Proyek dilaksanakan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP).

Di lapangan, pekerja pemasangan atap baja ringan tidak memakai helm dan sarung tangan, sementara pekerja pembangunan toilet tanpa sepatu bot serta APD wajib lainnya.

Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya menyampaikan harapan agar pekerjaan dilakukan sebaik mungkin, mengingat anggaran yang digunakan cukup besar.

> “Kami hanya ingin pembangunan ini benar-benar untuk keselamatan anak-anak. Gunakanlah material sesuai standar SNI dan yang sudah lolos uji laboratorium,” ujarnya.


Aturan Standar APD Pekerjaan Atap Baja Ringan

Menurut ketentuan, semua pekerja wajib memakai APD lengkap seperti helm, sarung tangan, sepatu bot, rompi, dan masker. Khusus pekerjaan di ketinggian (atap baja ringan), standar keselamatan mewajibkan penggunaan:


1. Helm proyek berstandar SNI.

2. Sepatu safety anti slip.

3. Sarung tangan kerja.

4. Body harness / sabuk keselamatan yang dikaitkan pada titik jangkar.

5. Rompi reflektif.

Aturan ini mengacu pada UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Permenaker No. 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri, serta Permen PUPR No. 10/PRT/M/2021 tentang SMK3 Konstruksi.



Landasan Hukum dan Tekanan Sanksi

Kewajiban penggunaan APD bukan sekadar formalitas. Bila diabaikan, konsekuensinya sangat jelas:

1. UU No. 1 Tahun 1970

Pasal 3 & 14: Pengurus (dalam hal ini Ketua Panitia dan Kepala Sekolah) wajib menyediakan APD secara cuma-cuma dan memastikan pemakaiannya.

Pasal 19: Pelanggaran dapat dikenai pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda.

2. Permenaker No. 8 Tahun 2010

Pasal 2: APD wajib disediakan sesuai risiko kerja.

Pasal 12: Pelanggaran dapat dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran, penghentian sementara pekerjaan, hingga pencabutan izin.

3. Permen PUPR No. 10/PRT/M/2021

Pasal 24 ayat (3): Pekerja di ketinggian wajib menggunakan full body harness.

Selain itu, apabila terjadi kecelakaan kerja akibat kelalaian, maka penanggung jawab proyek bisa:




Digugat perdata untuk ganti rugi.

Dijerat pidana sesuai Pasal 359 KUHP (pidana penjara hingga 5 tahun bila kelalaian menyebabkan kematian).

Mendapat sanksi administrasi pendidikan, mulai dari teguran dinas hingga pencopotan jabatan kepala sekolah.

Dengan demikian, bukan hanya pekerja yang bersalah karena tidak memakai APD, tetapi Ketua Panitia P2SP dan Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab utama juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.

Spanduk Kejaksaan Agung yang terpasang di lokasi juga menegaskan pentingnya pengawasan semua pihak terhadap pelaksanaan kegiatan revitalisasi sekolah.

Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah maupun panitia pembangunan belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan kelalaian penggunaan APD di lokasi proyek.

Feomena ini menimbulkan pertanyaan publik mengenai sejauh mana pengawasan dilaksanakan, serta bagaimana transparansi penggunaan dana negara untuk pembangunan pendidikan. ***

Postingan populer dari blog ini

Papan Proyek SPAM Desa Panundaan Diduga Tak Transparan, APD dan K3 Jadi Sorotan

Heboh!! Pengakuan Beberapa Pengusaha Diduga Ditipu Melibatkan Bupati Bandung Dadang Supriatna, Apa Ini Benar?

Proyek PLTP Geo Dipa Ganggu Warga Malam Hari: Pemerintah dan Perusahaan Dinilai Egois, Asal Bacot Tanpa Nurani