Menelusuri Jejak Raja Sigalingging — Dari Sait Nihuta ke 18 Bona Nipinasa, Warisan Raja Sitempang dalam Sejarah Batak
Menelusuri Jejak Raja Sigalingging — Dari Sait Nihuta ke 18 Bona Nipinasa, Warisan Raja Sitempang dalam Sejarah Batak
Penulis : Redaksi/ BAH TIAR SIGALINGGING | Senin, 13 Oktober 2025 | 19.30 WIB
SAMOSIR – bongkarr.com
Di tengah hamparan perbukitan dan kabut tipis Danau Toba, berdiri sebuah nama yang tak lekang oleh waktu — Raja Sigalingging, leluhur besar yang menurunkan marga Sigalingging. Dari tanah Sait Nihuta, Pangururan, Samosir, sejarah ini berakar dan menyebar ke berbagai penjuru Tanah Batak hingga melintasi batas daerah, bahkan menembus Aceh Singkil.
---
Dari Si Raja Batak ke Raja Sitempang
Dalam sejarah adat Batak Toba, silsilah dimulai dari Si Raja Batak, leluhur besar yang menurunkan seluruh marga Batak.
Si Raja Batak memiliki tiga anak utama:
1. Guru Tatea Bulaan
2. Raja Isumbaon
Dari garis Raja Isumbaon inilah lahir keturunan yang kemudian dikenal luas di Tanah Batak bagian barat Danau Toba, yaitu Raja Naiambaton , Raja Naisuanon, Raja Narasaon, dan Naiambaton berketurunan Raja NATANGGANG digelar Raja Sitempang dan Raja NABOLON. Raja Sitempang berketurunan meliputi marga Sitanggang, Sigalingging, Manihuruk, Sidauruk, MPU Bada, Garingging Kahean.
Garis ini diteruskan oleh Raja Naiambaton yang kemudian menurunkan Simbolontua, Tambatua, Saragitua, Muntetua, Nahampuntua tokoh besar yang mempersatukan keturunan dalam satu sistem adat dan menjadi cikal bakal lahirnya persatuan PARNA.
---
Bona Pasogit dan Makna Luhur Keturunan
Raja Sigalingging mendirikan pemukiman pertama di Desa Sait Nihuta, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, yang dikenal hingga kini sebagai Bona Pasogit Sigalingging — tanah asal yang suci dan dihormati oleh seluruh keturunan.
Dalam ajaran adat Batak, Bonapasogit bukan sekadar tempat lahir, melainkan tanah asal rohani yang menjadi simbol ikatan leluhur dan anak-cucu.
Dari sini, keturunan Raja Sigalingging hidup dan berkembang, hingga membentuk 18 Bona Nipinasa, atau tempat domisili keturunan Sigalingging di berbagai wilayah.
---
Sebaran dan 18 Bona Nipinasa
Dalam Buku Tarombo Raja Sigalingging tulisan Dr. Ir. M.Sigalingging tahun 2002 yang di edit Drs. Alboin Sigalingging, tercatat 18 wilayah utama atau Bona Nipinasa Sigalingging, antara lain:
1. Lumban Sigalingging, Sait Nihuta – Pangururan (Bona Pasogit)
2. Huta Sigalingging, Tanjung Bunga – Pangururan
3. Huta Sigalingging, Tarabunga – Palipi
4. Lumban Sigalingging, Huta Ginjang (Sitabo-tabo) – Palipi
5. Lumban Sigalingging, Sirait Uruk – Porsea
6. Desa Sigalingging – Parbuluan, Dairi
7. Lumban Sigalingging – Pandan Bulu, Siempat Nempu
8. Huta Sigalingging – Sigumbang, Siborongborong
9. Huta Sigalingging (Adat Sulang Silima) – Siburabura, Dairi
10. Huta Sigalingging (Gaja-Barasa) – Parmonangan
11. Huta Sigalingging, Lumban Bangun Sirisi-risi – Doloksanggul
12. Huta Sigalingging, Siambaton – Pakkat
13. Huta Sigalingging – Parlilitan
14. Lumban Sigalingging – Silaban Margu, Lintong Nihuta
15. Huta Sigalingging – Manduamas, Tapteng
16. Desa Garingging – Raya Kahean, Simalungun
17. Desa Garingging – Merek, Kab. Karo
18. Huta Sigalingging – Combi Boang, Aceh Singkil
Setiap huta memiliki kisahnya sendiri, namun semua terikat oleh satu ajaran adat:
> “Adat Sidapot Solup”, yang bermakna meski berbeda domisili, semua masih satu darah — keturunan Raja Sigalingging.
Tiga Jalur Keturunan Besar Raja Sigalingging
Keturunan Raja Sigalingging kemudian terbagi menjadi tiga jalur utama, yang dikenal sebagai:
1. Sigorak,
Menyebar ke Doloksanggul, Pakkat, Dairi, Silalahi Nabolak, hingga Boang (Aceh Singkil).
2. Tambolang,
Mendirikan huta di Rianiate, Tanolapang, Tarabunga Palipi, Sait Nihuta, hingga Raya Simalungun dan Merek (Karo).
3. Parhaliang (Garingging),
Mengembangkan permukiman di Garingging Simalungun, Merek Karo, dan Boang Aceh.
Tiga jalur inilah yang melahirkan penyebaran luas marga Sigalingging hingga membentuk 18 domisili besar (Bona Nipinasa) di berbagai wilayah Sumatera bagian utara dan barat.
---
Makna Adat dan Spirit Leluhur
Dalam sistem sosial Batak, mengenal tarombo berarti menghormati asal-usul.
“Na so mar tarombo, so mar adat,” kata para tetua — “yang tidak tahu asal-usulnya, tak akan tahu adatnya.”
Bagi keturunan Sigalingging, mengenang Raja Sigalingging bukan hanya mengenang sejarah, melainkan meneguhkan jati diri dan tanggung jawab menjaga nilai-nilai Dalihan Na Tolu yang diwariskan oleh Raja Sitempang dan para leluhur Batak.
Sumber dan Rujukan
1. Tarombo Raja Sigalingging, Dr.Ir.M Sigalingging (Op. Kaira), terbitan 2002.
2. Tarombo Raja Batak, naskah adat tradisional Batak Toba, disalin di Samosir dan Parapat
3. Catatan adat Sigalingging Sait Nihuta, Palipi, dan Dairi.
4. Wawancara tokoh adat dan hasil studi budaya Batak (Dr. T.L. Simanjuntak, LIPI).
Penutup
Dari Sait Nihuta ke Dairi, dari Palipi hingga Boang, nama Sigalingging terus bergema di tengah perubahan zaman.
Sejarah ini menjadi pengingat bahwa setiap marga Batak memiliki akar yang dalam, dan Sigalingging adalah bagian dari pohon besar yang tumbuh dari Raja Sitempang, leluhur yang menjadi simpul kebesaran suku Batak.



